Perlakuan diskriminasi yang dialami Soekarno rupanya sangat membekas, hingga dia merumuskan perjuangannya dengan menyebut orang Belanda dan asing lainnya sebagai kulit putih, dan pribumi Jawa seperti dirinya sebagai golongan sawo matang.
Pada masa itu, pemikiran politik Soekarno masih belum matang. Pandangannya yang menyatakan menaklukkan gadis kulit putih sama dengan menundukkan bangsa Belanda, lebih dilihat sebagai petualangan cintanya demi memuaskan hasrat birahi.
"Menaklukkan seorang gadis kulit putih dan membuatnya tergila-gila padaku adalah soal kebanggaan," terang Soekarno.
Gadis bule pertama yang berhasil dikencani Soekarno bernama Pauline Gobee, anak salah seorang gurunya di sekolah. Gadis ini merupakan cinta "monyet" Soekarno. Parasnya sangat cantik, kulitnya putih bersih. Soekarno sangat menggilainya.
Setelah dengan Pauline Gobee, Soekarno menjalin hubungan dengan Laura. "Oh, betapa aku memujanya," ungkapnya. Lalu ada keluarga Raat. Mereka ini keluarga Indo-Eropa dengan beberapa putri yang cantik. Rumah mereka berada dekat HBS.
Meski lokasi rumah itu bertolak belakang, demi memenuhi dorongan nafsunya, Soekarno tidak sungkan berjalan memutar ke sekolah selama berbulan-bulan agar bisa melewati halaman depan rumah keluarga Raat dan melihat gadis pujaan hatinya itu.
Hubungan dengan keluarga Raat juga tidak berlangsung lama. Kemudian datang Mien Hessels. Kepada gadis inilah Soekarno benar-benar dimabuk cinta dan mengaku rela mati deminya. Api cintanya terhadap Mien Hessels sangat besar.
Tidak ada yang dapat memadamkan api cintaku. Dia ibarat lapisan gula di atas kue yang takkan pernah bisa kubeli. Gadis itu berkulit lembut dan berambut ikal dan dia memenuhi semua yang kuidamkan," terangnya.
Bagi Soekarno yang telah dimabuk cinta, bisa memeluk Mien Hessels ibarat memiliki kekayaan yang tidak ternilai. Maka itu, dia memberanikan diri untuk datang ke rumah orangtunya untuk melamar. Saat itu, usia Soekarno baru menginjak 18 tahun.
Dengan menggunakan pakaian terbaik yang dimilikinya, Soekarno memberanikan diri datang ke rumah Mien Hessels. Dengan kaki gemetar, antara takut dan grogi, akhirnya Soekarno memberanikan diri menginjak rumput pekarangan rumah Mien Hessels.
Soekarno berdiri tegak bagai pagar tanaman, kaku, dan wajahnya pucat, saat ayah dari Mien Hessels membuka pintu dan menemuinya. Dengan sorot mata tajam, Soekarno yang telah pucat seperti ditusuk jatungnya, hingga darahnya menjadi kering.
Setelah berhasil mengendalikan diri, akhirnya Soekarno mengutarakan keinginannya. Suaranya pelan, dan perlahan. "Tuan. Kalau tuan tidak berkebaratan, aku bermaksud meminta putri tuan untuk kuajak hidup dalam satu ikatan perkawinan."
Dengan mata menyata, ayah Mien Hessels yang tingginya mencapai enam kaki di hadapan Soekarno langsung membentak, "Kamu? Inlander kotor seperti kamu? Berani-beraninya kamu mendekati anakku. Keluar! Kamu binatang kotor. Keluar!"
Ditendang bagai binatang kudis, Soekarno merasa sangat terpukul. Hatinya hancur. Namun, dia tidak dapat melupakan Mien Hessels kekasihnya. Wajahnya selalu terkenang dalam bayang-bayang. Dengan paras pucat, Soekarno melangkah pergi.
Setelah 23 tahun berlalu, tepatnya pada 1942, Soekarno yang telah melupakan masa lalunya itu kembali bertemu Mien Hessels. Pertemuan tidak terduga itu terjadi di Jakarta. Saat berada di jalanan Jakarta, seseorang dari belakang memanggilnya.
Mendengar namanya dipanggil, Soekarno berbalik dan melihat seorang wanita yang sama sekali tidak dikenalinya. Melihat wajah tampan Soekarno, wanita itu malah tertawa terkekeh-kekeh. "Dapatkah kau menebak siapa aku," kata wanita itu.
Meski telah melihatnya dengan sangat teliti, ternyata sulit bagi Soekarno untuk mengingat dan mengenali wajah wanita bule itu. Perawakannya yang tua dan badannya yang gemuk, membuat Soekarno hanya keheranan melihat mimik wanita itu.
"Mien Hessels," katanya lagi. Saat mendengar nama itu, awalnya Soekarno tampak tidak percaya. Bagaimana mungkin, wanita yang sempat membuat Soekarno bagai ditusuk hidungnya itu kini telah sangat berubah dan penampilannya sangat buruk.
"Ratuku yang cantik seperti bidadari itu sudah berubah menjadi perempuan sihir. Mengapa dia membiarkan dirinya sampai begitu? Dengan cepat aku memberi salam kepadanya, dan terus berjalan sambil mengucap syukur," kenang Soekarno.
Setelah pertemuan itu, Soekarno merasa bahwa caci maki yang disampaikan ayah dari Mien Hessels yang sempat menghancurkan dirinya, ternyata adalah rahmat dari Tuhan. Demikian pertualangan cinta Soekarno dengan gadis-gadis Belanda ini diakhiri. (SIndoNews)
Pada masa itu, pemikiran politik Soekarno masih belum matang. Pandangannya yang menyatakan menaklukkan gadis kulit putih sama dengan menundukkan bangsa Belanda, lebih dilihat sebagai petualangan cintanya demi memuaskan hasrat birahi.
"Menaklukkan seorang gadis kulit putih dan membuatnya tergila-gila padaku adalah soal kebanggaan," terang Soekarno.
Gadis bule pertama yang berhasil dikencani Soekarno bernama Pauline Gobee, anak salah seorang gurunya di sekolah. Gadis ini merupakan cinta "monyet" Soekarno. Parasnya sangat cantik, kulitnya putih bersih. Soekarno sangat menggilainya.
Setelah dengan Pauline Gobee, Soekarno menjalin hubungan dengan Laura. "Oh, betapa aku memujanya," ungkapnya. Lalu ada keluarga Raat. Mereka ini keluarga Indo-Eropa dengan beberapa putri yang cantik. Rumah mereka berada dekat HBS.
Meski lokasi rumah itu bertolak belakang, demi memenuhi dorongan nafsunya, Soekarno tidak sungkan berjalan memutar ke sekolah selama berbulan-bulan agar bisa melewati halaman depan rumah keluarga Raat dan melihat gadis pujaan hatinya itu.
Hubungan dengan keluarga Raat juga tidak berlangsung lama. Kemudian datang Mien Hessels. Kepada gadis inilah Soekarno benar-benar dimabuk cinta dan mengaku rela mati deminya. Api cintanya terhadap Mien Hessels sangat besar.
Tidak ada yang dapat memadamkan api cintaku. Dia ibarat lapisan gula di atas kue yang takkan pernah bisa kubeli. Gadis itu berkulit lembut dan berambut ikal dan dia memenuhi semua yang kuidamkan," terangnya.
Bagi Soekarno yang telah dimabuk cinta, bisa memeluk Mien Hessels ibarat memiliki kekayaan yang tidak ternilai. Maka itu, dia memberanikan diri untuk datang ke rumah orangtunya untuk melamar. Saat itu, usia Soekarno baru menginjak 18 tahun.
Dengan menggunakan pakaian terbaik yang dimilikinya, Soekarno memberanikan diri datang ke rumah Mien Hessels. Dengan kaki gemetar, antara takut dan grogi, akhirnya Soekarno memberanikan diri menginjak rumput pekarangan rumah Mien Hessels.
Soekarno berdiri tegak bagai pagar tanaman, kaku, dan wajahnya pucat, saat ayah dari Mien Hessels membuka pintu dan menemuinya. Dengan sorot mata tajam, Soekarno yang telah pucat seperti ditusuk jatungnya, hingga darahnya menjadi kering.
Setelah berhasil mengendalikan diri, akhirnya Soekarno mengutarakan keinginannya. Suaranya pelan, dan perlahan. "Tuan. Kalau tuan tidak berkebaratan, aku bermaksud meminta putri tuan untuk kuajak hidup dalam satu ikatan perkawinan."
Dengan mata menyata, ayah Mien Hessels yang tingginya mencapai enam kaki di hadapan Soekarno langsung membentak, "Kamu? Inlander kotor seperti kamu? Berani-beraninya kamu mendekati anakku. Keluar! Kamu binatang kotor. Keluar!"
Ditendang bagai binatang kudis, Soekarno merasa sangat terpukul. Hatinya hancur. Namun, dia tidak dapat melupakan Mien Hessels kekasihnya. Wajahnya selalu terkenang dalam bayang-bayang. Dengan paras pucat, Soekarno melangkah pergi.
Setelah 23 tahun berlalu, tepatnya pada 1942, Soekarno yang telah melupakan masa lalunya itu kembali bertemu Mien Hessels. Pertemuan tidak terduga itu terjadi di Jakarta. Saat berada di jalanan Jakarta, seseorang dari belakang memanggilnya.
Mendengar namanya dipanggil, Soekarno berbalik dan melihat seorang wanita yang sama sekali tidak dikenalinya. Melihat wajah tampan Soekarno, wanita itu malah tertawa terkekeh-kekeh. "Dapatkah kau menebak siapa aku," kata wanita itu.
Meski telah melihatnya dengan sangat teliti, ternyata sulit bagi Soekarno untuk mengingat dan mengenali wajah wanita bule itu. Perawakannya yang tua dan badannya yang gemuk, membuat Soekarno hanya keheranan melihat mimik wanita itu.
"Mien Hessels," katanya lagi. Saat mendengar nama itu, awalnya Soekarno tampak tidak percaya. Bagaimana mungkin, wanita yang sempat membuat Soekarno bagai ditusuk hidungnya itu kini telah sangat berubah dan penampilannya sangat buruk.
"Ratuku yang cantik seperti bidadari itu sudah berubah menjadi perempuan sihir. Mengapa dia membiarkan dirinya sampai begitu? Dengan cepat aku memberi salam kepadanya, dan terus berjalan sambil mengucap syukur," kenang Soekarno.
Setelah pertemuan itu, Soekarno merasa bahwa caci maki yang disampaikan ayah dari Mien Hessels yang sempat menghancurkan dirinya, ternyata adalah rahmat dari Tuhan. Demikian pertualangan cinta Soekarno dengan gadis-gadis Belanda ini diakhiri. (SIndoNews)
0 Response to "Petualangan Cinta Bung Karno dengan Gadis-gadis Belanda (Bagian 2)"
Posting Komentar