Armada China terus bikin ulah di laut Natuna. Mereka menghalang-halangi TNI AL yang hendak menangkap kapal China yang maling ikan di perairan Indonesia. Tindakan China ini sudah mengganggu kedaulatan Indonesia.
Mengenang sejarah, dulu Presiden Soekarno benar-benar membangun kekuatan armada Angkatan Laut. Soekarno sadar betul Indonesia adalah negara kepulauan. Untuk menjaganya perlu Angkatan Laut dan Angkatan Udara yang sangat tangguh. Tak ada yang berani macam-macam.
Di laut, Indonesia pernah memiliki armada laut terbesar akibat hubungan baik dengan Rusia. Bahkan periode 1960-an, Indonesia memiliki sebuah kapal perang terbesar di Asia dan belahan bumi bagian selatan. Namanya KRI Irian, dibeli dari Rusia tahun 1962.
KRI Irian sebelumnya bernama Ordzhonikidze atau Object 055. Nama kapal diambil dari nama Menteri Industri Berat era Stalin, Grigory 'Sergo' Ordzhonikidze). Kapal ini dibuat di Admiralty Yard, Leningrad. Peletakan lunas pertama dilakukan tanggal 9 Oktober 1949, diluncurkan tanggal 17 September 1950, dan pertama kali dioperasikan tanggal 30 Juni 1952 oleh Armada Baltik Uni Soviet.
Ordzhonikidze merupakan sebuah kapal penjelajah kelas Sverdlov (Project 68-bis). Panjangnya 210 meter dengan lebar 22 m. Bobot kapal mencapai 13.600 ton. Kapal ini termasuk canggih pada masanya.
Senjata utama dari KRI Irian adalah 4 buah turret/kubah, dimana setiap turret berisi 3 meriam kaliber 6 inchi. Sehingga total ada 12 meriam kaliber 6 inchi di geladaknya.
Selain itu, kapal dilengkapi 10 tabung torpedo antikapal selam kaliber 533 mm. 12 Kanon tipe 57 cal. B-38 kaliber 15.2 cm (6 di depan, 6 di belakang). 12 Buah kanon ganda tipe 56 cal. Model 1934 6 (twin) SM-5-1 kaliber 10 cm. Selain itu 32 buah kanon multi fungsi kaliber 3,7 cm dan 4 buah triple gun Mk5-bis kaliber 20 mm (untuk keperluan antiserangan udara).
Indonesia membeli kapal ini saat persiapan Tri Komando Rakyat (Trikora) untuk merebut Irian Barat. Mungkin karena itu pula kapal akhirnya diberi nama Irian alias Ikut Republik Indonesia anti-Netherlands. Sebelumnya Rusia tidak pernah menjual kapal seberat dan sebesar ini. Terlihat bagaimana saat itu Rusia begitu mengistimewakan Indonesia.
Melihat dari persenjataan, kapal ini cukup tangguh untuk menghancurkan kapal-kapal perang Belanda yang berkeliaran di sekitar Arafuru.
Sebelum dibawa ke Indonesia, pihak Uni Soviet berusaha memodifikasi Ordzhonikidze agar bisa dioperasikan di perairan tropis yang bersuhu 40 derajat celcius. Tentu butuh modifikasi luar biasa karena kapal ini biasa beroperasi di perairan Baltik yang nyaris beku.
Tahun 1962, kapal tiba di Pelabuhan Surabaya. Karena kurang pengalaman, kapal berharga mahal itu langsung mengalami kerusakan. Suhu yang panas juga membuat sejumlah peralatan tidak bisa berfungsi optimal. Bulan Maret 1964, KRI Irian dikirim ke Vladivostok guna menjalani sejumlah perbaikan. Para teknisi di Pabrik Kapal Dalzavod kaget melihat kondisi Ordzhonikidze yang mengalami kerusakan cukup parah.
Bulan Agustus 1964, kapal selesai diperbaiki dan dipulangkan ke Surabaya. Namun hingga akhir konfrontasi dengan Belanda, KRI Irian tercatat tidak pernah berhadapan dengan kapal musuh.
Tahun 1965, angin politik berbalik. Soeharto yang menggantikan Soekarno kurang tertarik membangun kekuatan di laut. Soeharto pun enggan meneruskan hubungan dengan Rusia yang komunis. Akibatnya sejumlah pesawat tempur dan kapal perang made in Russia pun terbengkalai. Kurang perawatan dan suku cadang.
KRI Irian yang dibeli dengan harga mahal dan canggih juga terkena imbas angin politik itu. Kondisinya terus memburuk tanpa ada yang peduli.
Ada beberapa versi akhir KRI Irian. Versi pertama menyebutkan saat kapal sudah sedemikian hancur, KSAL Laksamana Sudomo membawanya ke Taiwan. Kemudian kapal ini pun dihancurkan menjadi besi tua.
Versi wartawan senior Hendro Subroto, kapal perang ini dijual di Jepang setelah persenjataannya dipreteli. Hendro menyebut sebenarnya KRI Irian tidak kekurangan suku cadang. Hanya saja tidak ada teknisi yang bisa merawat dan memperbaiki KRI Irian setelah peristiwa Gestapu tahun 1965. Semua teknisi Rusia sudah dipulangkan ke negaranya. Hubungan dengan negara-negara blok Soviet juga sudah memburuk.
Versi ketiga, saat akan dibesituakan, KRI Irian dicegat oleh sejumlah kapal dari Uni Soviet. Kapal ini diambil alih oleh Soviet karena tidak ingin rahasia kapal penjelajah miliknya jatuh ke tangan Blok Barat.
Tidak jelas versi mana yang benar. Yang pasti akhir nasib Ordzhonikidze pasti tidak segagah saat kapal ini pertama kali datang dan dielu-elukan di Pelabuhan Surabaya tahun 1962. (Merdeka)
Mengenang sejarah, dulu Presiden Soekarno benar-benar membangun kekuatan armada Angkatan Laut. Soekarno sadar betul Indonesia adalah negara kepulauan. Untuk menjaganya perlu Angkatan Laut dan Angkatan Udara yang sangat tangguh. Tak ada yang berani macam-macam.
Di laut, Indonesia pernah memiliki armada laut terbesar akibat hubungan baik dengan Rusia. Bahkan periode 1960-an, Indonesia memiliki sebuah kapal perang terbesar di Asia dan belahan bumi bagian selatan. Namanya KRI Irian, dibeli dari Rusia tahun 1962.
KRI Irian sebelumnya bernama Ordzhonikidze atau Object 055. Nama kapal diambil dari nama Menteri Industri Berat era Stalin, Grigory 'Sergo' Ordzhonikidze). Kapal ini dibuat di Admiralty Yard, Leningrad. Peletakan lunas pertama dilakukan tanggal 9 Oktober 1949, diluncurkan tanggal 17 September 1950, dan pertama kali dioperasikan tanggal 30 Juni 1952 oleh Armada Baltik Uni Soviet.
Ordzhonikidze merupakan sebuah kapal penjelajah kelas Sverdlov (Project 68-bis). Panjangnya 210 meter dengan lebar 22 m. Bobot kapal mencapai 13.600 ton. Kapal ini termasuk canggih pada masanya.
Senjata utama dari KRI Irian adalah 4 buah turret/kubah, dimana setiap turret berisi 3 meriam kaliber 6 inchi. Sehingga total ada 12 meriam kaliber 6 inchi di geladaknya.
Selain itu, kapal dilengkapi 10 tabung torpedo antikapal selam kaliber 533 mm. 12 Kanon tipe 57 cal. B-38 kaliber 15.2 cm (6 di depan, 6 di belakang). 12 Buah kanon ganda tipe 56 cal. Model 1934 6 (twin) SM-5-1 kaliber 10 cm. Selain itu 32 buah kanon multi fungsi kaliber 3,7 cm dan 4 buah triple gun Mk5-bis kaliber 20 mm (untuk keperluan antiserangan udara).
Indonesia membeli kapal ini saat persiapan Tri Komando Rakyat (Trikora) untuk merebut Irian Barat. Mungkin karena itu pula kapal akhirnya diberi nama Irian alias Ikut Republik Indonesia anti-Netherlands. Sebelumnya Rusia tidak pernah menjual kapal seberat dan sebesar ini. Terlihat bagaimana saat itu Rusia begitu mengistimewakan Indonesia.
Melihat dari persenjataan, kapal ini cukup tangguh untuk menghancurkan kapal-kapal perang Belanda yang berkeliaran di sekitar Arafuru.
Sebelum dibawa ke Indonesia, pihak Uni Soviet berusaha memodifikasi Ordzhonikidze agar bisa dioperasikan di perairan tropis yang bersuhu 40 derajat celcius. Tentu butuh modifikasi luar biasa karena kapal ini biasa beroperasi di perairan Baltik yang nyaris beku.
Tahun 1962, kapal tiba di Pelabuhan Surabaya. Karena kurang pengalaman, kapal berharga mahal itu langsung mengalami kerusakan. Suhu yang panas juga membuat sejumlah peralatan tidak bisa berfungsi optimal. Bulan Maret 1964, KRI Irian dikirim ke Vladivostok guna menjalani sejumlah perbaikan. Para teknisi di Pabrik Kapal Dalzavod kaget melihat kondisi Ordzhonikidze yang mengalami kerusakan cukup parah.
Bulan Agustus 1964, kapal selesai diperbaiki dan dipulangkan ke Surabaya. Namun hingga akhir konfrontasi dengan Belanda, KRI Irian tercatat tidak pernah berhadapan dengan kapal musuh.
Tahun 1965, angin politik berbalik. Soeharto yang menggantikan Soekarno kurang tertarik membangun kekuatan di laut. Soeharto pun enggan meneruskan hubungan dengan Rusia yang komunis. Akibatnya sejumlah pesawat tempur dan kapal perang made in Russia pun terbengkalai. Kurang perawatan dan suku cadang.
KRI Irian yang dibeli dengan harga mahal dan canggih juga terkena imbas angin politik itu. Kondisinya terus memburuk tanpa ada yang peduli.
Ada beberapa versi akhir KRI Irian. Versi pertama menyebutkan saat kapal sudah sedemikian hancur, KSAL Laksamana Sudomo membawanya ke Taiwan. Kemudian kapal ini pun dihancurkan menjadi besi tua.
Versi wartawan senior Hendro Subroto, kapal perang ini dijual di Jepang setelah persenjataannya dipreteli. Hendro menyebut sebenarnya KRI Irian tidak kekurangan suku cadang. Hanya saja tidak ada teknisi yang bisa merawat dan memperbaiki KRI Irian setelah peristiwa Gestapu tahun 1965. Semua teknisi Rusia sudah dipulangkan ke negaranya. Hubungan dengan negara-negara blok Soviet juga sudah memburuk.
Versi ketiga, saat akan dibesituakan, KRI Irian dicegat oleh sejumlah kapal dari Uni Soviet. Kapal ini diambil alih oleh Soviet karena tidak ingin rahasia kapal penjelajah miliknya jatuh ke tangan Blok Barat.
Tidak jelas versi mana yang benar. Yang pasti akhir nasib Ordzhonikidze pasti tidak segagah saat kapal ini pertama kali datang dan dielu-elukan di Pelabuhan Surabaya tahun 1962. (Merdeka)
0 Response to "Mengenal KRI Irian, legenda kapal perang raksasa milik TNI AL"
Posting Komentar